Jakarta, Nama Nadiem Anwar Makarim selama ini identik dengan inovasi, teknologi, dan terobosan. Sosok yang pernah dielu-elukan sebagai salah satu anak muda brilian Indonesia ini dikenal luas sebagai pendiri Gojek, aplikasi transportasi online yang mengubah pola mobilitas masyarakat. Namun, pada awal September 2025, publik dikejutkan oleh kabar bahwa Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Kasus ini seketika menjadi sorotan. Bagaimana tidak, pria yang dulu dipandang sebagai simbol kemajuan digital Indonesia, kini menghadapi tuduhan serius yang dapat mencoreng reputasinya. Tidak hanya soal status hukum, kekayaan Nadiem juga kembali menjadi bahan pembicaraan, mengingat fluktuasinya yang sangat signifikan selama ia menjabat sebagai pejabat negara.
Proses Hukum yang Menjerat
Kejaksaan Agung mengumumkan status tersangka Nadiem pada Kamis, 4 September 2025. Penetapan itu dilakukan setelah serangkaian pemeriksaan yang cukup intensif.
- Pemeriksaan pertama: Senin, 23 Juni 2025, berlangsung sekitar 12 jam.
- Pemeriksaan kedua: Selasa, 15 Juli 2025, sekitar 9 jam.
- Pemeriksaan ketiga: Kamis, 4 September 2025, yang berujung pada penetapan tersangka.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem juga sudah masuk daftar pencegahan bepergian ke luar negeri sejak 19 Juni 2025, berlaku selama enam bulan. Hal ini menunjukkan bahwa penyidik sudah memiliki pertimbangan kuat atas peran Nadiem dalam kasus ini.
Kasus Chromebook sendiri berkaitan dengan dugaan penyimpangan dalam pengadaan laptop untuk sekolah, program yang semula digadang-gadang sebagai langkah digitalisasi pendidikan nasional. Ironisnya, program yang seharusnya menjadi warisan positif justru berbalik menjadi jerat hukum bagi penggagas kebijakan.
Jejak Karier: Dari Startup hingga Menteri
Sebelum masuk ke dunia birokrasi, Nadiem lebih dulu dikenal sebagai salah satu tokoh kunci ekosistem startup Indonesia.
Pada 2010, ia mendirikan Gojek bersama Kevin Aluwi dan Machaelangelo Moran. Awalnya Gojek hanya berupa call center sederhana untuk memesan ojek. Namun, seiring berkembangnya teknologi aplikasi mobile, layanan itu menjelma menjadi platform super-app yang menyediakan transportasi, pesan antar makanan, logistik, hingga layanan keuangan.
Kesuksesan Gojek tidak hanya menjadikan Nadiem sebagai salah satu pengusaha muda paling berpengaruh, tetapi juga mengukuhkan posisi startup tersebut sebagai unicorn pertama Indonesia, bahkan kemudian naik kelas menjadi decacorn.
Prestasi itu membawa Nadiem ke panggung politik. Pada 2019, Presiden Joko Widodo mengangkatnya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang kemudian dilebur menjadi Kemendikbudristek. Langkah ini dipandang sebagai upaya membawa semangat inovasi dan digitalisasi ke dunia pendidikan.
Dinamika Kekayaan Nadiem
Selain perjalanan kariernya, hal lain yang banyak menarik perhatian publik adalah fluktuasi kekayaan Nadiem.
- Awal Menjadi Menteri (2019)
Saat pertama kali menjabat, Nadiem melaporkan kekayaan senilai Rp 1,23 triliun dengan utang sekitar Rp 185,36 miliar. Porsi terbesar harta tersebut berbentuk surat berharga senilai Rp 1,25 triliun. - Laporan 2022
Dua tahun kemudian, jumlah hartanya melonjak signifikan menjadi Rp 4,87 triliun, meskipun diiringi utang mencapai Rp 790,76 miliar. Lonjakan ini terjadi seiring IPO PT Goto Gojek Tokopedia (GOTO) di Bursa Efek Indonesia, di mana Nadiem tercatat memiliki lebih dari 522 juta saham, setara dengan 20,5% kepemilikan. - Laporan 2024
Laporan terakhir yang diumumkan pada 31 Oktober 2024 justru memperlihatkan penurunan tajam. Harta kekayaan Nadiem tercatat hanya Rp 600,64 miliar setelah dipotong utang sebesar Rp 466,23 miliar. Salah satu penyebab utamanya adalah turunnya nilai surat berharga yang ia miliki, dari triliunan rupiah menjadi hanya sekitar Rp 926,09 miliar.
Selain itu, Nadiem juga memiliki tujuh properti senilai total Rp 57,79 miliar serta dua kendaraan bermotor dengan nilai sekitar Rp 2,25 miliar.
Dari Inovator ke Tersangka
Perubahan citra Nadiem terasa begitu drastis. Dari sosok pengusaha inovatif yang membawa nama Indonesia ke level global, kini ia harus menghadapi label tersangka korupsi. Publik pun terbagi: sebagian merasa kecewa, sebagian lain masih berharap proses hukum ini bisa berjalan transparan sehingga kebenaran terungkap.
Kasus Chromebook menjadi cermin bagaimana program pemerintah yang besar dan ambisius bisa berujung masalah jika pengelolaan anggaran tidak dilakukan dengan baik. Kritik pun mengalir, mulai dari pengamat pendidikan hingga masyarakat umum, yang sebelumnya sudah menilai program ini terlalu dipaksakan.
Dampak terhadap Reputasi
Penetapan Nadiem sebagai tersangka tentu berdampak besar, tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi:
- Pemerintah – karena kasus ini melibatkan mantan pejabat kabinet yang dulunya menjadi wajah inovasi pendidikan.
- Dunia startup – Nadiem yang dulu menjadi ikon keberhasilan startup, kini menghadapi tuduhan serius, yang bisa mencoreng citra pelaku usaha digital.
- Publik – terutama para pendidik dan siswa yang seharusnya mendapat manfaat dari program Chromebook, justru ikut kecewa karena program itu dikaitkan dengan kasus korupsi.
Antara Harapan dan Realita
Meski sudah berstatus tersangka, perjalanan hukum Nadiem masih panjang. Akan ada proses pembuktian, persidangan, serta kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang ikut terseret. Banyak pihak berharap Kejaksaan Agung bisa mengusut kasus ini secara tuntas, tanpa pandang bulu, mengingat sosok Nadiem termasuk figur publik dengan pengaruh besar.
Di sisi lain, perjalanan hidup Nadiem tetap menjadi kisah menarik: dari mendirikan startup yang mengubah wajah transportasi Indonesia, meniti karier sebagai pejabat negara, hingga kini harus menghadapi ujian berat sebagai tersangka korupsi.
Kasus Nadiem Makarim menunjukkan bahwa prestasi besar sekalipun tidak menjamin seseorang bebas dari jerat hukum. Kehidupan seorang tokoh publik ibarat dua sisi mata uang: di satu sisi bisa menjadi inspirasi, di sisi lain rentan disorot tajam ketika menghadapi masalah.
Bagi masyarakat, kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan, terutama yang menyangkut dana publik. Bagi Nadiem, ini adalah titik balik yang akan sangat menentukan perjalanan hidupnya ke depan: apakah ia bisa membersihkan namanya, atau justru tercatat dalam sejarah sebagai pejabat yang tersandung korupsi.














